SARS CoV-2 dan COVID-19 Dilihat dari Perspektif Genom

                                                                     www.medscape.com

Perkembangan virus SARS-CoV2
Dengan terus bertambahnya jumlah korban yang terkonfirmasi virus SARS-CoV 2 ini di seluruh dunia baik Asia maupun Eropa betul-betul menjadi sebuah ancaman global. Dengan tak terkendalinya jumlah korban diseluruh dunia ini maka World Health Organization (WHO) per-tanggal 11 Maret 2020 mengumumkan status SARS-CoV-2 ini menjadi wabah pandemi.  Berbagai macam cara setiap negara untuk melakukan pencegahan, khususnya dengan membatasi bahkan menyetop penerbangan dengan negara yang terus menerus meningkat jumlah korbannya.  Seperti di Taiwan yang saat ini tempat saya tinggal, tepatnya di Taipei yang merupakan pusat dan ibu kota Taiwan. Baru- baru ini Centers for Disease Control (CDC) selaku otoritas setempat yang ditunjuk oleh pemerintah Taiwan untuk menangani kasus COVID-19 ini terus memberikan informasi terbaru mengenai negarah yang boleh dikunjungi dan negara yang tidak boleh dikunjungi dan ada aturan bagi warga atau sesorang yang datang dari negara yang diberikan warning oleh pemerintah Taiwan. Misalnya saja  Hari ini tanggal 11 Maret 2020, pemerintah Taiwan melalui CDC mengumumkan ada beberapa negara yang masuk level 2 alias warning atau travel alert seperti Norwegia, Swedia, Belgia, Switzerland, Belanda, Denmark, Bahrain dan Kuwait. Sedangkan yang masuk ke level 1 antara lain Finlandia, Slovenia, Polandia, Estonia, Hungaria, Inggris dan Irlandia. Untuk yang masuk kategori travel 3 yaitu: China, korea selatan, China sudah tidak boleh masuk dan harus dengan karantina ( https://www.cdc.gov.tw/).

Apa perbedaan SARS-CoV-2 dengan COVID-19
Corona virus ini pada mulanya diberi nama “2019 novel coronavirus” dan secara resmi diubah dengan nama Coronavirus disease atau disingkat dengan nama “COVID-19” dan termasuk jenis virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Jadi singkatnya SARS-CoV-2 merupakan nama virusnya sedangkan COVID-19 merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 tersebut. Mungkin ada yang bertanya mengapa nama virus dan penyakitnya berbeda penamaan, sama halnya seperti HIV itu nama virusnya sedangkan nama penyakit yang disebabkan oleh HIV tersebut AIDS. Pada umumnya sesorang lebih mengenal nama penyakit dibandingkan nama virus penyebab penyakit tersebut. Contoh misalnya measles, nama virus penyebabnya yaitu rubeola. Perbedaan nama virus dan penyakit yang disebabkan tentunya memiliki maksud dan tujuan tersendiri dan bahkan pemberian nama antara virus dan penyakit diberikan oleh otoritas yang khusus. Sebagai informasi bahwa nama suatu virus diberi nama oleh International Committee on Taxonomy of viruses (ICTV) dimana pemberian nama virus tersebut berdasarkan pertimbangan jenis stuktur genetik dari suatu virus sehingga lebih memudahkan untuk menjembatani atau memfasilitasi  diagnosis, pengembangan vaksin dan penemuan obat. Sedangkan pemberian nama untuk penyakit berdasarkan pertimbangan kepada pencegahan, penyebaran, penularan, tingkat keparahan dan pengobatan. Pemberian nama penyakit ini merupakan wewenang dari dari World health organisation (WHO) dengan nama International classification of disease (ICD).  Secara resmi ICTV mengumumkan nama korona virus ini dengan nama  SARS-CoV-2 tepat pada tanggal 11 Februari 2020, nama tersebut berdasarkan pertimbangan virus korona tersebut secara genetic mirip dengan jenis korona SARS kejadian luar biasa pada tahun 2003. Demikian juga dengan WHO mengumumkan secara resmi penggantian nama nCoV2019 Menjadi COVID-19 tepat pada tanggal 11 Februari 2020.  

Asal-usul genom
Mengingat saat ini lonjakan kasus terjadi khususnya pada populasi Asia tentu para ilmuan menaruh curiga ada apa dengan populasi Asia, salah satu keilmuan yang sangat mendukung untuk menjawab pertanyaan ada apa tersebut yaitu bidang ilmu genetika/genomik. Dimana ilmua genetika tersebut merupakan bidang ilmu yang mempelajari keseluruhan informasi genetik yang dimiliki suatu sel atau organisme, genom merupakan bentuk jamak dari genetika. Kata genome pertama kali digunakan sejak tahun 1987 saat pertama kali digunakan pada artikel yang berjudul “a new discilipine, a new name and and a new journal “. Sejak dimulainya Human Genome project (HGP) yang dikemudian hari dikenal dengan nama HGP dari tahun 1990-2003 yang membutuhkan waktu 13 tahun oleh NHGRI-NHI. Bukan hanya menyelesaikan sequencing DNA manusia saja tetapi spesies lain juga ikut di sequencing. Tercatat ada 4 spesies yang disequencing selama 1990-2003 yaitu Yeast tahun 1996, roundown (caenorhabdits elegan) dan fruitfly (drosophila melanogaster) tahun 2000 serta tahun 2002 d sequencingnya mouse. Dan saat ini sudah kurang lebih usianya ke 29 tahun pada tahun 2020 sejak dimulainya HGP ini dan oleh eric green (direktur dari NHGRI ) menulisnya dalam jurnal Nature yang judulnya “ Human Genome Project” twenty five years of big biology” dapat diakases di https://www.nature.com/news/human-genome-project-twenty-five-years-of-big-biology-1.18436.

 SARS-CoV2 dilihat dari perspektif genom
Para ilmuan masih mencoba usaha terbaiknya untuk mengatasi virus ini mulai dari identifikasi jenis penyebabnya atau asal-usul virus tersebut dengan cara mensequensing/memetakan susunan DNA/RNA virus SARS-CoV-2 ini dan membandingkan dengan beberapa hewan yang dianggap atau dicurigai asal virus atau yang membwa virus tersebut seperti kelelawar yang disinyalir awal mula asal virus tersebut dari pasar tradisional Wuhan. Di Taiwan sendiri usaha para Ilmuannya yang diwakili oleh Academia Sinica dengan mencoba menemukan antibodi alias biomarker yang dapat mendeteksi virus tersebut dengan cepat dalam waktu 15 menit saja sudah bisa dideteksi virus SARS-CoV2 tersebut dari yang tadinya membutuhkan waktu 3 hari. Lembaga riset dan ilmu pengetahuan Taiwan tersebut berhasil mengembangkan  antibody seseorang utnuk melakukan pengecekan positif atau tidaknya sesorang terkena virus SARS CoV-2 hanya dalam waktu 19 hari penelitian saja. Dengan tes atau tool kit yang dikembangkan tersebut, dapat mendeteksi virus SARS CoV2 ini hanya dalam waktu 15 menit (https://www.taiwannews.com.tw/en/news/3893301).
Ilmuan dengan latar belakang genetisis atau Ilmuan yang mendalami bidang genetika sendiri saat ini sedang mengidentifikasi berbagai macam kemungkinan gen yang diserang oleh virus tersebut. Selain itu para genentisis ini juga berusaha mengidentifikasi reseptor dari virus SARS-CoV2 tersebut. Baru – baru ini peneliti dari China Chao dkk menganalisi perbandingan jenis karakteristik gen manusia pada beberapa populasi dan menghubungkannya dengan kerentanan satu populasi tersebut dengan kejadian COVID-19 ini. [1]. pada penelitian tersebut menyebutkan bahwa Angiotenisn-Converting Enzyme-2 (ACE-2) merupakan salah satu reseptor dari SARS-CoV-2 ini. ACE-2 reseptor ini ditemukan pada saluran pernafasan. Beberapa penelitian sebelumnya juga dari jurnal yang bereputasi seperti Nature dan Lancet memperkuat hipotesis bahwa ACE-2 ini diduga kuat menjadi reseptor atau target utama dari virus SARS-Cov-2 ini [2,3]. Penelitian in-vitro juga memperlihatkan bahwa adanya korelasi yang positif antara ekpresi ACE-2 dengan SARS-CoV-2 ini [4,5]. Dan SARS-Cov2 tersebut dapat berikatan dengan ACE-2 ini dengan afinitas yang sangat kuat jenis dengan jenis S-protein[6]. Maka dari laporan-laporan tersebut sangat perlu untuk dilakukan skrining pada ekspresi gen ACE-2 dan kaitannya dengan jenis varian pada SARS-CoV2 ini. Chao dkk juga untuk lebih menekankan SARS-CoV2 ini lebih spesifik ekpresinya pada saluran pernafasan pada reseptor ACE-2 dengan membandingkannya dengan organ-organ yang lain.
Hasil penelitian sequensing RNA menunjukkan bahwa laki-laki pada populasi Asia menunjukkan ekpresi gen ACE-2 lebih menonjol dibandingkan perempuan[7]. Tentu juga pembahasan pada level genetika apa lagi ekspresi gen ACE-2 ini masih sangat terbatas di kalangan populasi Asia. Ini merupakan tantangan bagi para Ilmuan untuk mengkorelasikan dengan banyak hal khsusnya terkait jenis ekpresi dari gen ACE-2 ini dengan membadingkannya pada populasi Asia dan non Asia. Dengan membandingkannya dengan database genomie yang dapat diakases seperti 1000Genome database dan ini akan memungkinkan untuk mengidentifikasi jenis gen pada populasi tertentu khususnya pada populasi Asia yang saat ini kasus SARS-CoV2 ini terus bertambah dan terus memakan korban jiwa. Di Indonesia saat ini sudah ada 117 kasus dengan 5 kasus meninggal dunia https://www.worldometers.info/coronavirus/. Pertanggal 15 Maret 2020 pukul 16.15 waktu Taipei tercatat di situs Worldometers ada 5839 yang meninggal dunia dari 157. 121 yang terkonfirmasi positif COVID-19 ini https://www.worldometers.info/coronavirus/.

Perbandingan Alel Frekuensi variasi gen pada beberapa populasi
Kemudian untuk melihat perbedaan frekuensi alel pada tiap populasi perlunya identifikasi alel frekuensi tersbut dengan membandingkan pada beberapa populasi dengan mamanfaatkan beberapa database seperti 1000 Genom projek. Pada penelitian Chao dkk menunjukkan bahwa SNP dengan jenis rs4646127 yang berlokasi pada intron ACE-2 menunjukkan allel frekuensi yang sangat tinggi mendekati 2  tertinggi pada China 0.997 dan East Asian menunjukkan EAS (0.994), Jika dibandingkan dengan populasi Eropa jenis SNP  rs4646127 lebih rendah alel frekuensinya EUR (0.651) dan populasi amerika AMR (0.754). kemungkinan ekpresi gen ACE-2 ini ada kaitannya dengan   alel frekuensi yang sangat tinggi pada populasi Asia khususnya China sehingga menyebabkan kerentanan pada populasi Asia khusunya China. Disinyalir pada SARS-CoV 2 ini mengandung S protein dan didalam nya S protein ini juga ada Furin-like cleavage yang dapat mempengaruhi pola pathogenesis pada virus[9]. Tentunya hasil penelitian ini perlu dikonfirmasi pada kasus COVID sebagai pedoman pentingnya skrining suatu gen sebagai petunjuk kerentanan SARS CoV2 dan COVID pada populasi tertentu. (Taipei, 15 Maret 2020)

Referensi:

[1].Cao Y, Li L, Feng Z, et al. Comparative genetic analysis of the novel coronavirus (2019-nCoV/SARS-CoV-2) receptor ACE2 in different populations. Cell Discovery. 2020;6(1):11.
[2].Zhou P, Yang X-L, Wang X-G, et al. A pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature. 2020.
[3].Lu R, Zhao X, Li J, et al. Genomic characterisation and epidemiology of 2019 novel coronavirus: implications for virus origins and receptor binding. The Lancet. 2020;395(10224):565-574.
[4].Hofmann H, Geier M, Marzi A, et al. Susceptibility to SARS coronavirus S protein-driven infection correlates with expression of angiotensin converting enzyme 2 and infection can be blocked by soluble receptor. Biochemical and Biophysical Research Communications. 2004;319(4):1216-1221.
[5].Li W, Sui J, Huang IC, et al. The S proteins of human coronavirus NL63 and severe acute respiratory syndrome coronavirus bind overlapping regions of ACE2. Virology. 2007;367(2):367-374.
[6].Li W, Zhang C, Sui J, et al. Receptor and viral determinants of SARS-coronavirus adaptation to human ACE2. 2005;24(8):1634-1643.
[7].Zhao Y, Zhao Z, Wang Y, et al. Single-cell RNA expression profiling of ACE2, the putative receptor of Wuhan 2019-nCov. bioRxiv. 2020:2020.2001.2026.919985.
[8].The Genotype-Tissue Expression (GTEx) pilot analysis: Multitissue gene regulation in humans. Science. 2015;348(6235):648.
[9].Coutard B, Valle C, de Lamballerie X, et al. The spike glycoprotein of the new coronavirus 2019-nCoV contains a furin-like cleavage site absent in CoV of the same clade. Antiviral Research. 2020;176:104742.

Comments

  1. Pandemi COVID-19 tidak hanya menutup sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di seluruh dunia tetapi juga mengubah metode belajar dan mengajar secara drastis. Dengan ditutupnya lembaga-lembaga pendidikan untuk mengekang pandemi ini, jutaan siswa mengarungi dunia baru pembelajaran digital, sementara jutaan lainnya berjuang untuk beradaptasi dengan transisi mendadak ini.

    Terkait pengajaran, pendidik memberikan bantuan yang memadai kepada peserta didik dengan mengadakan kelas online. Pendidikan online berasal sebagai normal baru di tengah kuncian yang dipaksakan oleh pandemi COVID-19.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

*Drug Information Handbook and Quick Look Drug Book*

Pencapaian dan perkembangan “Human Genome Project” di usianya yang ke-16

Apakah n-propanol, hand sanitizer, dan sabun bisa menangkal Covid-19?