*Drug Information Handbook and Quick Look Drug Book*


Alhamdulillah diberi kesempatan belajar pada ahlinya.Terimakasih kepada ibu Prof. Dr Dyah Aryani Perwitasari PhD Apt yang telah memberikan kesempatan untuk membersamai Prof Lacy. I Felt very Honoured at the opportunity to assist Prof Charles F Lacy selama 7 hari di Yogyakarta, berkesempatan mendampingi beliau untuk mengahdiri undangan sebagai keynote speaker di acara 17th ACCP Yogyakarta (20 years of Asian Conference on Clinical Pharmacy) dan mencoba menggali banyak hal, including buku yang beliau buat yaitu Drug Information Handbook (DIH) yang banyak digunakan oleh Apoteker khususnya di Indonesia.
Terlebih dahulu saya kenalkan biografi beliau. Prof. Charles Lacy Pharm.D.,MS.,FASHP,FCSHP,BCPP,CAATS is a Professor of pharmacy practice and vice President of Roseman university of health science). He has practiced clinical pharmacy and taught at numerous universities over the past 35 years. He was the clinical coordinator of pharmacy service cedars sinai for 20 years. He has also spesialized in numerous areas over the years, including psyciatric and neurologic pharmacy, oncology and informatic. He is the lead editor of the renowned"Drug information Handbook(DIH)" and lead editor of the Lexi-Comp clinical reference Library.
 Saya sangat terkesima dengan beliau ketika beliau bercerita tentang proses perjalanan panjang membuat DIH sampai dikenal dan dipakai hampir diseluruh dunia saat ini. Pada awal mula beliau membuat DIH saat itu dengan menulis sendiri dengan tulisan tangan/ Handwriting selama 8 Bulan, ide smart membuat DIH tersebut muncul dari pengalaman pribadi beliau yang tidak suka menghafal, tetapi lebih senang mencatat ketika ingat, selain juga untuk kemanfaatan para Apoteker. Pada awal mula pembuatan DIH setelah 8 bulanan selesai dengan tulisan tangan tersebut beliau memberi nama "Quick Look Drug Book" yang maksudnya dilihat dengan cepat saja isinya sudah dipahami. Dan setelah masukan dari para kolega beliau saat itu akhirnya beliau memasukkan ke percetakan untuk dicetak, walaupun setelah cetakan berulang ulang beliau edit supaya lebih layak untuk digunakan oleh para Apoteker. Kolega beliau juga menyarankan untuk penggantian nama, akhirnya diberi nama Drug Information Handbook (DỊH) yang dikenal saat ini dengan berbagai macam subtopik dan sekarang buku tersebut berkembang pesat dan dikenal serta digunakan oleh para tenaga medis/ klinisi baik Apoteker, Dokter dan Perawat seluruh dunia dengan Versi DIH masing-masing. Setelah terlihat perkembangan buku tersebut dikembangkanlah versi online. Beliau juga mengatakan keuntungan yang beliau dapatkan pun perbulan hanya ratusan dolar pada awal penerbitannya dalam bentuk Buku cetakan DIH , kini jutaan dolar tidak terbendung perbulan baik dari royalti cetaknya maupun dari versi online yang dikenal dg nama Lexi-comp. Kini versi online DIH yaitu Lexi-comp always will be updated every day yang kemudian bila sudah 1 tahun kumpulan updated akumulasi dari perbaharuan setiap hari tersebut akan dicetak menjadi edisi DIH terbaru, sehingga versi cetkanya hanya satu kali pertahun yangg diberi nama DIH. Kịni DIH sudah menginjak edisi ke 26 versi terbaru untuk tahun 2017 (26th edition). Beliau juga mengembangkan edisi yg lebih acceptable untuk kalangan Asia diberi nama "Drug Information Handbook with International Trade names Index" dengan beberapa tambahan item content yaitu tetrkait enzim yang berperan dalam metabolisme suatu obat, lebih ke individualisási terapi karena beda ras atau beda orang saja terkadang beda dosis dikarenakan peran enzim pemetabolismenya seperti ada yang poor metabolism, intermediate metabolism and fast/rapid metabolism yang berpengaruh terhadap kerja obat.
Beliau mengatakan in my opinion tidak semua sesuatu itu harus dihafal, beliau meyakini otak kita punya memori untuk mengingat, terlebih jika informasi-informasi baru yang kita terima, maka informasi yg lama akan cepat dilupakan, akan lebih baik jika dipahami sesuatu tersebut ungkapnya. Beliau balik mengilustrasikan 'sâma halnya dengan beliau tidak semua isi DIH yang tebalnya 2035 halaman beliau hafal tetapi beliau paham apa isinya. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut beliau selalu menulis, menulis dan menulis yang saat ini beliau ingat. Pesan beliau, tulislah apa yang anda tahu dan anda ingat karena kalau tidak ditulis akan lupa nantinya. Beliau juga meng-emphasize mau tidak mau harus banyak baca, beliau mengatakan bagaimana anda akan mendapatkan ide yang smart kalau tidak suka membaca. Saya balek bertanya seberapa banyak anda membaca, beliau menjawab setiap waktu saya membaca jawabnya. Sempat bertanya terkait apa yang sehrusnya Pharmacist/Apteker lakukan kedepan utk menjadi lebih baik? beliau menjawab Pharmacist harus mampu berkolaborasi dan komunikasi yang baik denga tenaga medís lain atau dikenal dg nama interprofessional education(IPE) yang saat ini banyak digalakkan oleh Pharmacist di Eropa. Ditempat beliau mengajảr Roseman University misalnya, IPE tersebut sudah dikenalkan sejak bangku Undergraduate, sehingga calon Apoteker, calon Nurse, calon MD/Physician sudah saling mengenal ranah masing-masing sejak bangku kuliah. Beliau sambil menunjuk Traffic Iight yang saat itu kita lalui diperjalanan, beliau mengatakan kenapa Traffic ini bisa begitu beraturan dan tidak terjadi tabrakan? beliau menjawab sendiri karena adanya kolaborasi dan komunikasi antar pengguna jalan dengan aturan Lampu yang dibuat, ketika lampu hijau itu tandanya must be straight ahead and ketika merah must be stopped, itulah pentingnya kolaborasi dan komunikasi papar beliau. (Anyway Thanks For Valuable Lesson Prof Charles F Lacy. I Will remembẻr as You said Never Give Up-Never Give Up and Have Nice Flight To Tokyo Japan and See you again Soon) #01-08-2017
Berfoto dengan Prof. Lacy yang didampingi oleh Mahasiswi beliau bernama Rashida Forte sesaat setelah beliau menyampaikan materi selaku keynote speaker di 17th ACCP Yogyakarta.

Ketika menghantarkan Prof Lacy dan Rashida Forte ke bandara Adi sutjipto Yogyakarta untuk melanjutkan perjalanan ke Jepang setelah mengisi acara di Yogyakarta.

Foto ketika dihalaman candi Prambanan sesaat seteleah penutupan acara 17th ACCP Yogyakarta.

Comments

Popular posts from this blog

Pencapaian dan perkembangan “Human Genome Project” di usianya yang ke-16

Apakah n-propanol, hand sanitizer, dan sabun bisa menangkal Covid-19?