Pencapaian dan perkembangan “Human Genome Project” di usianya yang ke-16
Hari
ini, tanggal 25 April 2019 sebagai tanggal diperingatinya hari lahir human genome project (HGP) atau pemetaan
genome manusia, yang kemudaian hari lahir tersebut dipopularkan dengan sebutan “National DNA Day” oleh para ahli
dibidang genetik, sebagai bentuk peringatan terhadap penemuan spektakuler salah
satu susunan terkecil dari manusia yaitu genetik atau bentuk jamaknya genom yang
menyimpan banyak rahasia (blue print) di dalamnya. Hari lahir tersebut juga bertepatan
dengan penemuan DNA dobel helix oleh Watson dan Crick 66 tahun yang lalu
tepatnya pada tahun 1965. Pengaplikasian dari penemuan Watson tersebut terlihat
dengan dilaunching nya HGP tersebut oleh National
Human Genome Research Institute (NHGRI) Amerika Serikat pada tanggal 25
April 2003 yang sudah dimulai sejak tahun 1990. Proyek HGP tersebut mencoba
memetakkan seluruh huruf DNA penyusun genom pada manusia yang terdiri dari 3.2 miliar
pasangan basa (A-T-G-C). Lalu pemetaan
tersebut akan menjadi sebuah acuan atau referensi terhadap susunan genom
manusia termasuk manifestasi penyakit. Proyek ini merupakan proyek
yang spektakuler sepanjang masa akan penemuan dan pemetaan genetik manusia yang
tersimpan banyak rahasia didalamnya (cetak biru), termasuk kaitannya dengan peran
genetik terhadap penyakit khususnya berkaitan dengan penyakit kanker dan respon
obat. Bahkan Francis Collin (mantan direktur NHGRI di era 1993an) menyebutkan
ke-empat susunan huruf DNA tersebut dengan sebutan “the language of god” saking pentingnya pesan yang tersimpan di
dalam pemetaan tersebut. Proyek yang spektakuler ini membutuhkan waktu 13 tahun
dan menghabiskan dana sekitar 400 Miliar US.
Lima Domain perkembangan genomik
E D.
Green et al.
Nature 470, 204-213 (2011) doi:10.1038/nature09764
Jika kita memetakan perkembangan,
pencapaian dan perencanaan genomik sejak dimulainya proyek di bidang genomik
ini pada tahun 1990 maka dapat dikategorikan ke dalam lima domain seperti yang
dikutip oleh Erik Green direktur NHRGI dalam Jurnal “Nature”: Domain pertama tahun 1990-2003 “kajian tentang struktur genetik
atau pemetaan seluruh komponen huruf DNA”, domain ke dua tahun 2004-2010 kajian
tentang karakteristik dari DNA salah eja dan kaitannya dengan penyakit (understanding the biologi of genome and
disease). Domain
ke-tiga dan ke-empat tahun 2010-2020” ,mengenal penyakit berdasarkan variasi digenetiknya dan kemajuan di bidang sains dan kedokteran berdasarkan
penemuan-penemuan di bidang genetik dan kaitannya dengan penyakit khususnya. Dan
domain ke lima diatas tahun 2020 tentang pengaplikasian hasil-hasil penelitian
di bidang genomik tersebut untuk memperbaiki keseahatan umat manusia atau improve effectiveness of health. Jika
kita menelusuri dan merefleksikan ke lima domain tersebut kita seharusnya saat
ini sedang berada di fase akhir dari perkembangan limu pengetahuan tentang
genomik ini dalam bidang penelitian yang kemudian harapannya setelah tahun 2020
nantinya dapat benar-benar diaplikasikan secara luas dibidang klinis sehingga
pasien dapat diterapi secara individu atau lebih dikenal dengan sebutan
individualisai terapi (Individualize
medicine)/personalisasi terapi (Personalized
medicine) atau menuju kedokteran presisi (toward precision medicine) sebagai konsekuesni perbedaan respon
setiap individu terhadap suatu pengobatan. Respon indvidu sangat berpengaruh
terhadap perbedaan antar-individu. Apa lagi di Indonesia yang berasal dari
variasi ras, suku, budaya, lingkungan dll. misalnya penulis pernah meneliti
pada pasien TB dari lampung dan yogyakrta terdapat perbedaan dalam merespon
Isoniazid salah satu komponen obat TB dalam hal efek sampingnya yang dapat
menyebabkan hepatotoksisitas atau kerusakan hati karena varasi dalam enzim
pemetabolismenya CYP2E1. bagi pasien yang memiliki tipe genietik GC dapat
memperlambat metabolisme (fast metabolism) obat INH sehingga kadar INH pun akan
meningkat dihati yang dapat meningkatkan hepatotoksisitas atau kerusakan hati
dengan ciri-ciri peningkatan kadar ALT. maka rekomendasi peneltian tersebut
perlunya pengaturan dosis antar psaien sesuai jenis genetik pasien tersebut.
Jika
kita merefleksikan hal ini kaitannya dengan penelitian dibidang genomik di Indonesia
saat ini masih sangat terbatas. Contoh kita menulis di pubmed databse misalnya
sebagai salah satu pusat database penelitian kesehatan” dengan kata (key word) “Genomic, Indonesia” artikel yang muncul sekitar 1300 an artikel,
tapi jika kita menulis kata “Genomic Taiwan” artikel yang ditampilkan mencapai 16.000an artikel, hal ini
menunjukkan masih kurangnya penelitian dibidang ini dinegara kita jika kita
bandingkan dengan negara lain bahkan sangat jauh dari harapan untuk
mengaplikasikan seperti yang dipetakan oleh Eric green diatas, kita juga
tertinggal dari negara-negara Asia lainnya sebut saja Malaysia-Thailand dan
Vietnam. Maka jika kita ingin aplikasikan genomik ini di Indonesia, maka
setidaknya Indonesia memulai dengan membangun pusat genom sebagai pusat referensi penelitian genom, “cetak biru” manusia di
Indonesia. dan syukurnya pemerintah saat ini sudah membangun Pusat Genom Nasional Eikjmen Biobank yang
diresmikan oleh kemenristekdikti 6 April tahun 2018 yang lalu semoga ini
menjadi pembuka jalan untuk penelitian dibidang genomik kedepannya. Memang
beberapa database Internasional yang dapat dimanfaatkan saat ini misalnya “Clincial Pharmacogenetic Implementation
Consortium” CPIC dan PharmgKB yang mencatat sekitar 513 obat telah memiliki
label genetik sebagai bahan pertimbangan sebelum pemberian terapi kepada pasien
namun sampel yang digunakan sebagai patokannya dalam database tersebut dari
negara Eropa dan Asia seperti China, Jepang dan Korea. Sedangkan sampel dari
Indonesia masih sangat terbatas. Tentunya mereka yang berasal dari Eropa bahkan
sesama Asia seperti Jepang dan China memiliki sifat gen yang berbeda beda
dikarenakan oleh banyak faktor termasuk perbedaan
latar belakang genetik antarpopulasi. Maka mau tidak mau Indonesia
harus memulai memperbanyak penelitian di bidang ini serta membangun DNA Biobank.
Jika kita menelusuri negara-negara Asia seperti China, Jepang dan Korea mereka
sudah memiliki DNA Biobank sejak satu decade yang lalu, bahkan universitas-universitas
besar di negara tersebut sudah memiliki DNA Biobank tersendiri yang
terintegrasi dengan DNA biobank pusat di negara tersebut. Tentu dukungan dari
pemerintah dengan dibentuknya pusat genom nasional akan menjadi harapan baru
bagi penelitian Indonesia tetapi yang tidak kalah pentingnya sokongan dana penelitian
dari pemerintah sangat diharapkan jika Indonesia ingin berperan aktf dan merasakan manfaat dari revolusi genom ini, laboratorium tempat saya mendalami
bidang genetic saat ini di laboratorium Professor Wei-Chiao Chang, Taipei
Medical University tidak ketinggalan untuk selalu mengenalkan hal dasar terkait
dengan genetic ini, contoh misalnya hari ini kami kedatangan tamu dari
siswa-siswa SD dari Taipei untuk belajar dan mengenal alat-alat serta melihat
proses ekstraksi DNA dilaboratorium kami. Human Genome Project(HGP) #Knows Your
Genome#A Guide to Your Genome. ”Ditulis oleh Lalu Muhammad Irham- Dosen Fakultas Farmasi UAD dan Mahasiswa S3 di bidang Pharmacogenomic-Taipei Meical University.
Para siswa sedang mendengarkan penjelasan tentang apa itu DNA.
Siswa foto bersama dengan WCC Lab member yang didampingi oleh Prof. Wei-Chiao Chang
Siswa-siswi sedang memperhatikan rupa DNA yang diekstraksi dari darah manusia
Siswa-siswi sedang mencoba cara pemakaian pipet yang benar
Comments
Post a Comment