Belajar dari Taiwan dalam Merespon dan Menghadapi SARS COV-2 dan COVID-19



Taiwan- Merupakan negara kecil dengan jumlah penduduk kurang lebih 23 juta jiwa, lokasinya yang sangat berdekatan dengan China dengan jumlah dan frekuensi penerbangan baik dari dan ke China sangat banyak dengan frekuensi yang sangat sering membuat pemerintah Taiwan terus memberikan kewaspadaan terhadap penduduknya. Seperti yang dilaporkan oleh Centers for Disease Control (CDC) per 31 desember 2019 saja ada 14 penerbangan dengan jumlah penumpang 1.317 (https://www.voanews.com/science-health/coronavirus-outbreak/why-taiwan-has-just-42-coronavirus-cases-while-neighbors-report). CDC ini merupakan nama ototritas setempat di Taiwan yang setiap waktu memberikan laporan terkait perkembangan severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS Cov-2) ini, dan sifatnya sangat tersentralisasi, maksudnya yang membuat pernyataan resmi hanya dari pihak CDC bukan oleh pejabat lain. Per tanggal 6 Maret 2020 tercatat 45 kasus COVID-19 di Taiwan https://www.cdc.gov.tw/En, dan data ini menunjukkan bahwa Taiwan termasuk 10 negara dengan jumlah kasus terbanyak di seluruh Dunia. Tentunya kekhwatiran ini dikarenakan juga berdekatan dengan Jepang, Korea selatan dan China dimana ke-tiga negara tersebut untuk sementara tercatat dengan jumlah kasus terbanyak akibat COVID-19 ini. Sampai saat ini Taiwan masih mencatat ada 45 kasus dengan korban yang meninggal 1 orang berdasarkan laporan dari CDC. Tentunya harapan besar semua pasien tersebut dapat sembuh total dengan segera dan dapat bekerja serta berkumpul dengan semua keluarganya. Kewaspdaan ini juga mengingatkan Taiwan akan kasus SARS pada tahun 2003 yang pernah melanda bumi Formosa ini, dimana saat itu SARS tersebut berasal dari selatan China, Guangdong yang menyebabkan 8000 orang terkena infeksi dan 774 meninggal dunia di 37 negara selama periode 2002–2003(Chan-Yeung & Xu, 2003). Kejadian SARS 17 tahun yang lalu tersebut menelan korban meninggal dunia 73 orang warga Taiwan waktu itu. Dari kasus masa lalu tersebutlah pemerintah Taiwan betul-betul belajar untuk mengantisipasi berbagai macam musibah termasuk COVID-19 ini. Tercatat jumlah penduduk Taiwan kurang lebih 23 juta dengan jumlah penduduk Taiwan yang bekerja di china sebanyak 404.000 seperti yang dilansir oleh focustaiwan https://focustaiwan.tw/business/201912170022.  Jumlah penduduk China yang berkunjung ke Taiwan selama tahun 2019 tercatat sejumlah 2.71 juta pengunjung https://focustaiwan. tw/society/202001060014. Musibah wabah COVID-19 ini benar-benar membuat panik semua negara, khususnya China, Taiwan dan Hongkong, Macau. Karena COVID-19 ini terjadi bertepatan dengan datangnya tahun baru China yang dimulai tanggal 25-30 Januari 2020-, saat dimana jumlah warga yang akan bepergian mengunjungi sanak saudaranya dan memanfaatkan liburan meningkat drastis karena liburan tersebut datangnya tiap tahun sekali. Kalau diibaratkan di negara Indonesia seperti padatnya mudik Idul-Fitri, kurang lebih analoginya seperti itu. Begitu kasus COVID-19 ini informasinya tersebar maka pemerintah Taiwan dengan sergap memobilisasi dan mengidentifikasi kasus yang kemungkinan terjadi serta menyiapkan berbagai macam antisipasi untuk memproteksi warganya. Ada beberapa catatan penting saya melihat pemerintah Taiwan dalam menghadapi kasus wabah SARS-CoV-2 dan COVID-19 ini:
Sistem National Health Insurance (NHI) yang sangat baik
Taiwan memiliki sistem asuransi kesehatan atau National Health Insurance (NHI) yang sangat baik yang dapat mengintegrasikan antara database di Imigrasi dengan NHI yang dipegang oleh tiap warga yang tinggal di Taiwan, baik warga asli Taiwan maupun pendatang berhak memegang NHI tersebut. Salah satunya yaitu NHI tersebut dapat terintegrasi dengan imigrasi maksudnya NHI tersebut dapat merecord negara yang pernah dikunjungi oleh warganya sehingga dapat melacak dan memberikan alert atau peringatan kepada warganya yang sedang atau sudah berkunjung khususnya ke negara dengan jumlah kasus terbanyak seperti Wuhan, Hongkong dan Macau. Tak hanya itu setiap kita masuk rumah sakit atau membeli masker di Apotek tenaga kesehatan seperti Apoteker dapat mengecek NHI warga tersebut dan dapat melihat di komputer, negara mana saja yang pernah dikunjungi selama satu bulan yang lalu. Dengan data di imigrasi ini juga mendata penduduk yang punya history berkunjung ke negara china dan dapat memberikan alert melaui SMS di handphone para penduduknya, jika pernah berkunjung ke negara China maka SMS alert akan memberitahu penduduknya untuk tidak bepergian kemana-mana alias karantina sendiri dirumah sampai 14 hari kedepan. Jika ada warga yang tidak patuh alias ketahuan tidak self karantina di rumahnya maka pemerintah Taiwan tidak segan-segan memberikan hukuman denda sejumlah 200.000 NTD atau setara dengan kurang lebih Rp. 100.000.000_. Pemerintah Taiwan secara aktif menjemput bola dengan selalu mengingatkan warganya untuk segera melapor jika ada gejala demam dan flu serta batuk. Warga yang merasa ada keluhan demam, flu dan batuk segera melapor ke no hotline 1922.
Sejak Desember 31 2019 World Health Organization (WHO) mengumumkan pneumonia dengan penyebab yang tidak diketahui di Wuhan China membuat pemerintah di Taiwan sergap langsung. Termasuk menyetop penerbangan dari Wuhan. Mulai dari tanggal 5 Januari 2020 otoritas setempat di Taiwan menyetop penerbangan dari dan ke Wuhan dari bandara international touyuan Taiwan dan memberikan alert kepada waranya yang pernah bepergian ke Wuhan sebelum tanggal 5 Januari 2020 khususmya 14 hari kebelakang untuk segera melaporkan diri jika memilki demam dan batuk.


Pembentukan pusat pusat informasi perkembangan COVID-19 yang tersentral
Sejak Informasi mengenai virus SARS Cov-2 ini tersiar ke sejumlah negara, Taiwan sebagai negara yang sangat dekat dengan China langsung sergap mengantisipasi penyebaran virus ini dengan berbagai macam cara dan pemanfaatan berbagai macam elemen, mulai dari penutupan rute langsung penerbangan Wuhan-Taipei. Pemerintah kota Taipei tidak ragu-ragu dalam bertindak untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19 ini. Setiap hari CDC selaku Lembaga pusat pemberi Informasi di Taiwan aktif menjawab pertanyaan wartawan untuk memberikan jawaban akan kegelisahan masyarakat Taiwan pada umumnya. Tak hanya itu CDC juga sangat aktif dalam mengupdate informasi mengenai perkembangan para pasien mulai dari suspect sampai perkembangan pasien. Bahkan yang meninggal dunia. Setiap warga Taiwan dapat mengakses informasi tersebut di link ini : https://www.cdc.gov.tw/En tersedia bahasa China dan bahasa inggris sehingga warga negara Asing di Taiwan bahkan diluar Taiwan dapat mengakses data terbaru mengenai perkembangan jumlah kasus di Taiwan. Namun hal yang sangat menarik dari status perkembangan pasien SARS CoV-2 ini, pihak CDC tidak akan pernah mengungkapkan nama pasien, alamat tempat tinggal apa lagi tempat pasien tersebut dirawat karena informasi tersbut bersifat sangat rahasia untuk menjaga privasi pasien dan Rumah sakit tempat pasien tersebut dirawat. yang CDC sampaikan kepada publik adalah riwayat bepergian pernah kemana saja untuk mengantisipasi penyebaran virus pada area yang pernah dilalui oleh pasien.
  

Pemberian informasi yang jelas
Ketika  kapal pesiar Diamond Princess bersandar di pelabuhan Keelung, dekat  New Taipei City, pada pada tanggal 31 Januari, 2020. Tercatat ada 50 lokasi yang dihinggapi oleh para penumpangnya termasuk sempat jalan-jalan di beberapa titik di kota Taipei dan new Taipei city, pemerintah Taiwan sampai memberikan peringatan melalui pesan di HP kepada seluruh masyarakat Taiwan, saat itu hp kami bergetar tanda president alert yang berisi tempat-tempat yang perlu diwaspadai dikarenakan ada beberap penumpang kapal tersebut mengunjungi tempat-tempat terntentu di Taiwan dan itulah yang diingatkan di pesan Hp tersebut dan memberikan warning kepada warga yang merasa pernah kontak dengan para penumpang kapal pesiar tersebut, untuk tidak lupa melakukan self chek monitoring,. dikarenakan ada yang positif  SARS Cov2 saat diperjalanan menuju ke Jepang(Wang, Ng, & Brook, 2020). Informasi mengenai warning tersebut kami semua dapatkan melalui pesan di handphone yang dikirm langsung oleh pemerintah Taiwan  yang berkolaborasi dengan provider setempat.

Harga masker yang stabil
Terkait dengan persediaan masker oleh pihak pemerintah saya tidak menemukan keonaran yang terjadi mengenai pembelian masker di Taiwan, walaupun sempat di pertengahan Februari 2020 lalu masker sempat langka dengan pembatasan masker 2 pics boleh dibeli tiap satu minggu dengan syarat membawa Kartu asuranasi atau National health insurance (NHI) namun harganya tidak akan berubah dari harga normal, yaitu 2 biji dapat dibeli dengan harga 10 NTD atau setara dengan Rp. 5000.
Demikian juga warga masyarakat yang ingin membeli di Apotek walaupun harus mengantri lebih lama dengan Panjang terkadang 50 meter, tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap tertib dan penuh dengan kesabaran. Kami tidak mendengar adanya penimbunan masker untuk dijual dengan harga tinggi di Taiwan, ini lah keberhasilan dan kecermatan pemerintah dalam menjaga kestabilan harga masker, saat ini masker sudah dapat dibeli 4 biji sekali beli di Apotek. Perlahan-lahan saya melihat adanya kestabilan dalam persediaan masker. CDC memastikan ketersediaan masker dengan meningkatkan produksi masker, stok yang tersedia pada tanggal 20 Januari sejumlah 44 juta masker (surgical masks) dan 1.9 juta N95 serta 1100 baju steril untuk diruang isolasi.


Produktifitas para Ilmuan Taiwan
Jika kita menelusuiri jejak keaktifan para ilmuan atau saintis di Taiwan dalam menghasilkan karyanya dapat kita coba telusuri melalui PubMed selaku mesin pencari artikel imliah terbesar saat ini. Sejak awal januari 2020 jumlah artikel yang terbit dari penulis Taiwan di Pubmed dengan mencantumkan kata kunci Taiwan, COVID, SARS CoV-2 di kolom pencarian pertanggal 11 Maret tercatat ada 14 artikel yang muncul salah satunya yang terbit di jurnal bergengsi di JAMA. Academia sinica selaku pusat penelitian para Ilmuan di Taiwan juga tidak ambil diam, seperti yang dilansir oleh Taiwan news, berkolaborasi dengan Food and Drug Administration Amerika (FDA) dengan Academia Sinica sedang mengunji di fase klinis atau clinical trial Remdesivir selaku kandidat obat baru untuk COVDI-19 ini. https://www.taiwannews.com.tw/en/news/3882044. Tak hanya itu Ilmuan dengan berbagai macam latar belakang keilmuan khususnya bidang genomic, virus, epidemiology sangat aktif dalam memantau kasus ini dengan riset-riset yang sedang dilakukan saat ini. Memang Taiwan sangat luar biasa dalam hal sentralisisasi sumber informasi berbagai macam penyakit, misal pusat kanker dengan spesifik organ seperti Hepatisi B dan Hepatocelular Carcinoma ada REVEAL study dan TLCN nama lembaganya.

Saya mengakui Taiwan merupakan negara dengan respon sangat baik terhadap antisipasi bencana wabah COVID-19 ini. Tim dengan pengalaman dan training yang sangat bagus membuat cepat tanggap dalam hal emergency dan krisis untuk mengatasi wabah COVID-19 ini dan tim CDC yang mereka bentuk betul-betul menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat sehingga tidak ada terjadi simpang siur terkait dengan berita Covid-19 ini. Taiwan is an example of how a society can respond quickly to a crisis and protect the interests of its citizens.

 Referensi:
Chan-Yeung, M., & Xu, R. H. (2003). SARS: epidemiology. Respirology, 8 Suppl, S9-14. doi:10.1046/j.1440-1843.2003.00518.x
Wang, C. J., Ng, C. Y., & Brook, R. H. (2020). Response to COVID-19 in Taiwan: Big Data Analytics, New Technology, and Proactive Testing. JAMA. doi:10.1001/jama.2020.3151 %J JAMA



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

*Drug Information Handbook and Quick Look Drug Book*

Pencapaian dan perkembangan “Human Genome Project” di usianya yang ke-16

Apakah n-propanol, hand sanitizer, dan sabun bisa menangkal Covid-19?